AFPI Prediksi Pertumbuhan Pinjaman Fintech Mencapai Rp335 Triliun pada 2023

Bonar.ID – Fintech P2P lending atau P2P lending diproyeksikan menyalurkan pinjaman mencapai Rp335 triliun pada tahun 2023. Proyeksi penyaluran kredit meningkat 48,89% dari realisasi Rp.225 triliun pada tahun sebelumnya.

Sektor pinjaman fintech memulai tahun ketujuh tahun ini, menurut Kuseryansyah, direktur eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Dengan kedatangannya di Indonesia pada tahun 2016, sektor ini mengalami pertumbuhan yang pesat.

Selain itu, menurutnya pinjaman akan terus bertambah tahun ini. Namun bisnis tersebut menghadapi sejumlah kemungkinan masalah, termasuk dampak dari wabah Covid-19, krisis di Rusia dan Ukraina, serta implikasi dari penurunan pertumbuhan ekonomi global.

“Fintech lending dapat menawarkan salah satunya sebagai hasil dari demokratisasi layanan keuangan. Fintech lending kini dapat melayani segmen pasar baru yang sebelumnya tidak terlayani perbankan” ujar Kuseryansyah baru-baru ini saat ditemui di Jakarta.

Menurut sejumlah indikator, fintech financing dapat membantu AFPI mencairkan pinjaman senilai Rp335 triliun pada 2023. Salah satunya adalah berkah yang akan terjadi sepanjang musim Ramadan dan Lebaran mendatang.

Kuseryansyah mengklaim sudah menjadi kebiasaan bagi para pekerja untuk menerima gaji menjelang atau selama bulan Ramadan (THR). Karena peningkatan pasokan uang masyarakat yang signifikan, kebiasaan ini akan memiliki efek pengganda.

“Misalnya, uang yang beredar akan banyak jika THR kita dibayarkan dua minggu sebelum lebaran. Ini akan digunakan untuk berbagai keperluan. Oleh karena itu, agar platform dapat bermanfaat (merangsang pencairan pinjaman), itu harus memiliki kejelian untuk mengenali hal ini” kata Kuseryansyah.

Tentu saja, seiring dengan meningkatnya kebutuhan konsumsi, kebutuhan modal kerja pelaku usaha juga meningkat. Pelaku usaha yang membutuhkan persediaan barang selama bulan suci Ramadan dan Idul Fitri akan membutuhkan working cash, menurut Kuseryansyah. Mayoritas orang yang tidak memiliki akses perbankan dapat memanfaatkan opsi keuangan alternatif yang disediakan oleh pinjaman fintech / online.

“Menjelang Lebaran, pelaku usaha akan memproduksi lebih banyak. Namun, kami juga mengingatkan peminjam agar tidak cerewet dan asal-asalan dalam mengejar tren, sehingga harus berhati-hati. Kedua, Anda harus mengetahui sumber pendanaan jika ingin pinjam uang” kata Kuseryansyah.

Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan telah memberikan izin penuh kepada hingga 102 fintech lender (OJK). Memiliki lisensi ini akan meningkatkan minat bank untuk meminjamkan kepada perusahaan fintech dan berpartisipasi dalam skema penggalangan dana.

Dengan menggandeng perbankan, fintech lending akan semakin terdorong untuk melakukan ekspansi pinjaman lebih luas lagi. Menurut jajak pendapat AFPI 2018, bank menyediakan sekitar 28% uang untuk pinjaman fintech, dengan sedikit jumlah yang berasal dari pemberi pinjaman swasta dan pemberi pinjaman super memberikan sisanya.

“Kita akan survei lagi, tapi seharusnya porsi pendanaan perbankan meningkat. Bagaimana hasilnya? Dengan sumber pendanaan yang beragam, tentu ruang ekspansi kredit akan semakin besar,” ujar Kuseryansyah.

Permintaan pinjaman modal kerja dan multiguna dari fintech lending, lanjutnya, masih tinggi. Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak, Indonesia juga menduduki peringkat keempat dengan persentase penduduk unbankable tertinggi.

“Hal ini harus kita perhatikan bersama karena target pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan hingga 90% pada tahun 2024 akan didorong oleh fintech. Selain itu, perlu ada sinergi antara fintech dan perbankan agar fintech dapat menjangkau UMKM underbanked dan unbankable” Tambah Kuseryansyah, katanya.

Adakami adalah salah satu pemberi pinjaman fintech yang telah mendapatkan kepercayaan dari industri perbankan. Koordinator kluster multifungsi ini secara resmi telah bergabung dengan OCBC NISP dan berjanji akan menyalurkan pendanaan senilai total Rp 100 miliar.

Secara terpisah, Bernardino Moningka Vega, Direktur Utama AdaKami, menyatakan bahwa perusahaan telah memberikan visi yang sangat besar untuk membantu perekonomian Indonesia agar lebih inklusif sejak awal beroperasi. Oleh karena itu, diperlukan strategi strategis jangka panjang untuk mencapai hal ini, dan salah satu komponennya memerlukan kerja sama dengan industri perbankan.

Bernardino menyatakan bahwa AdaKami “terus berupaya mengurangi kesenjangan literasi melalui sejumlah kemajuan teknologi serta langkah-langkah strategis untuk memungkinkan akses perbankan digital yang lebih nyaman, aman, dan terjangkau bagi masyarakat.”

Dia mengatakan bahwa inisiatif ini terkait langsung dengan tujuan fundamental perusahaan untuk menawarkan layanan keuangan digital yang lebih cepat dan lebih transparan. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam menggunakan fintech lending sehingga pinjaman yang ditawarkan dapat membantu perekonomian nasional menjadi lebih inklusif.